Allah SWT menjadikan sebagian ibadah sebagai perkara yg wajib yg tidak boleh dikurangi & ditinggalkan. Sebagian lainnya adalah nafilah/sunnah, sebagai penyempurna dari yang wajib & penambah kedekatan dengan Allah SWT.
Puasa merupakan bagian dari ibadah-ibadah tersebut. Ibadah puasa ada yg wajib & ada pula yang sunnah, diantaranya:
• Puasa 6 hari dibulan syawwal
Berdasarkan hadits Abu Ayyub Al-Anshari bahwa Raulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“barangsiapa yang berpuasa ramadhan, lalu menyambungnya dengan enam hari dibulan syawwal,maka dia seperti berpuasa sepanjang tahun.” (HR.Muslim: 1164 )
Hadits ini merupakan nash yang jelas menunjukkan disunnahkannya berpuasa enam hari dibulan syawwal. Adapun sebab mengapa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam menyamakannya dengan puasa setahun lamanya, telah disebutkan oleh Imam Nawawi rahimahullah bahwa beliau berkata:
“berkata para ulama: sesungguhnya amalan tersebut sama kedudukannya dengan puasa sepanjang tahun,sebab satu kebaikannya nilainya sama dengan sepuluh kali lipat, maka bulan ramadhan sama seperti 10 bulan,dan enam hari sama seperti dua bulan.”
(Syarah Nawawi:8/56).
Hal ini dikuatkan dengan hadits Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:
“berpuasa ramadhan seimbang dengan sepuluh bulan,dan berpuasa enam hari seimbang dengan dua bulan, maka yang demikian itu sama dengan berpuasa setahun.” (HR.Nasaai dalam Al-kubra (2860),Al-Baihaqi (4/293),dishahihkan Al-Albani dalam Al-Irwa’ (4/107).
• Puasa senin dan kamis
BerDasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Qatadah radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa pada hari senin? Maka beliau menjawab:
“itu adalah hari yang aku dilahirkan padanya,dan aku diutus,atau diturunkan kepadaku (wahyu).” (HR.Muslim:1162)
Juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan yang lainnya dari Aisyah radhiallahu anha bahwa beliau ditanya tentang puasanya Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam, maka beliau menjawab:
“adalah beliau senantiasa menjaga puasa pada hari senin dan kamis” (HR.Tirmidzi (745),Ibnu Majah:1739,An-Nassai (2187),Ibnu Hibban (3643).dan dishahihkan Al-Albani dalam shahih Ibnu Majah)
Juga diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwa Nabi shallahu ‘alaihi wasalam berpuasa pada hari senin dan kamis. Lalu ada yang bertanya: sesungguhnya engkau senantiasa berpuasa pada hari senin dan kamis? Beliau menjawab:
“dibuka pintu-pintu surga pada hari senin dan kamis,lalu diampuni (dosa) setiap orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun,kecuali dua orang yang saling bertikai, Dalam riwayat lain beliau shallahu ‘alaihi wasalam bersabda:
“tidak ada puasa (yang lebih utama) diatas puasa Dawud Alaihisssalam, setengah tahun,berpuasalah sehari dan berbukalah sehari.” (HR.Bukhari: 1879,Muslim:1159)
• Puasa tiga hari dalam sebulan
Berdasarkan hadits Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam berkata kepadanya:
“dan sesungguhnya cukup bagimu berpuasa tiga hari dalam setiap bulan,karena sesungguhnya bagimu pada setiap kebaikan mendapat sepuluh kali semisalnya,maka itu sama dengan berpuasa setahun penuh.” (HR.Bukhari:1874,Muslim:1159)
Juga diriwayatkan oleh Aisyah radhiallahu anha bahwa beliau ditanya oleh Mu’adzah Al-Adawiyyah: apakah Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam senantiasa berpuasa tiga hari dalam setiap bulan? Maka beliau menjawab: iya.Lalu ditanya lagi: pada hari yang mana dari bulan tersebut? Beliau menjawab:
“beliau tidak peduli dihari yang mana dari bulan tersebut ia berpuasa.” (HR.Muslim:1160)
Juga dari hadits Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwa beliau berkata:
“Teman setiaku Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam memberi wasiat kepadaku untuk berpuasa tiga hari dalam setiap bulan,mengerjakan shalat dua raka’at dhuha,dan agar aku mengerjakan shalat witir sebelum aku tidur.” (HR.Bukhari:1180)
Hadits ini menjelaskan bahwa diperbolehkan pada hari yang mana saja dari bulan tersebut ia berpuasa,maka ia telah mengamalkan sunnah.Namun jika ia ingin mengamalkan yang lebih utama lagi, maka dianjurkan untuk berpuasa pada pertengahan bulan hijriyyah, yaitu tanggal 13,14 dan 15. Hal ini berdasarkan hadits yang datang dari Abu Dzar radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam bersabda:
“wahai Abu Dzar,jika engkau hendak berpuasa tiga hari dalam sebulan,maka berpuasalah pada hari ketiga belas,empat belas dan lima belas.” (HR.Tirmidzi:761,An-Nasaai2424,ahmad:5/162,Ibnu Khuzaimah: 2128,Al-Baihaqi:
Puasa tiga hari dipertengahan bulan ini disebut dengan hari-hari putih. Dalam riwayat lain dari hadits Abu Dzar radhiallahu’anhu,beliau berkata:
“Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam memerintah kami untuk berpuasa tiga hari-hari putih dalam setiap bulan:13,14 dan 15.” (HR.Ibnu Hibban:3656)
disebut sebagai “hari-hari putih” disebabkan karena malam-malam yang terdapat pada tanggal tersebut bulan bersinar putih dan terang benderang. (lihat:fathul Bari:4/226)
Yang lebih menunjukkan keutamaan yang besar dalam berpuasa pada hari-hari putih tersebut, dimana Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam tidak pernah meninggalkan amalan ini. Sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu’anhu bahwa beliau berkata:
“adalah Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam tidak pernah meninggalkan puasa pada hari-hari putih, baik diwaktu safar maupun disaat mukim.” (HR.At-thabarani: ,dishahihkan Al-Albani dalam shahihul jami’:4848).
• Puasa Arafah
Berdasarkan hadits Abu Qatadah radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam ditanya tentang puasa pada hari arafah,Beliau menjawab:
“menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” (HR.Muslim:1162)
Kecuali bagi mereka yang sedang wukuf di Arafah dalam rangka menunaikan ibadah haji,maka tidak dianjurkan berpuasa pada hari itu. Berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam berbuka di Arafah,Ummul Fadhl mengirimkan segelas susu kepada beliau, laluahihkan Al-Albani dalam shahih Tirmidzi) lalu beliau meminumnya.” (HR.Tirmidzi: 750,dishahihkan Al-Albani dalam shahih Tirmidzi)
Juga diriwayatkan dari hadits Ibnu Umar radhiallahu’anhu bahwa beliau ditanya tentang hukum berpuasa pada hari Arafah di Arafah?,beliau menjawab”
“aku menunaikan ibadah haji bersama Nabi shallahu ‘alaihi wasalam dan beliau tidak berpuasa pada hari itu,aku bersama Abu Bakar radhiallahu’anhu beliau pun tidak berpuasa padanya,aku bersama Umar dan beliau pun tidak berpuasa padanya,aku bersama Utsman dan beliau pun tidak berpuasa padanya. Dan akupun tidak berpuasa padanya,dan aku tidak memerintahkannya dan tidak pula melarangnya.” H. R.Tirmidzi: 751.Dishahihkan Al-Albani dalam shahih Tirmidzi)
• Puasa dibulan muharram,khususnya pada hari ‘Asyura (10 muharram)
Bulan muharram adalah bulan yang dianjurkan untuk memperbanyak berpuasa padanya. Berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“puasa yang paling afdhal setelah ramadhan adalah bulan Allah: muharram,dan shalat yang paling afdhal setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR.Muslim:1163)
Dan diantara hari-hari dibulan tersebut,lebih dianjurkan lagi berpuasa pada hari Asyura,yaitu tanggal 10 muharram. Banyak hadits-hadits yang menunjukkan sangat dianjurkannya berpuasa pada hari ‘Asyura. Diantaranya adalah hadits Aisyah radhiallahu anha bahwa beliau berkata:
Adalah Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam memerintahkan (perintah yang mewajibkan) puasa pada hari ‘Asyura. Maka tatkala telah diwajibkannya ramadhan,maka siapa yang ingin berpuasa maka silahkan dan siapa yang ingin berbuka juga boleh.” (HR.Bukhari:1897,Muslim: 1125)
Dalam riwayat Muslim dari hadits Abu Qatadah bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam ditanya tentang puasa pada hari ‘Asyura,maka beliau menjawab:
“menghapus dosa setahun yang telah lalu.” (HR.Muslim:1162)
Dan juga dianjurkan berpuasa pada tanggal sembilan muharram,berdasarkan hadits Ibnu abbas radhiallahu’anhu bahwa beliau berkata: tatkala Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan untuk berpuasa padanya. Mereka (para shahabat) berkata:wahai Rasulullah,itu adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashara. Maka bersabda Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam : jika tiba tahun yang berikutnya,insya Allah kita pun berpuasa pada hari kesembilan. Namun belum tiba tahun berikutnya hingga Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam wafat.”
(HR.Muslim:1134)
• Puasa dibulan sya’ban
Diantara bulan yang dianjurkan memperbanyak puasa adalah dibulan sya’ban. Berdasarkan hadits Aisyah radhiallahu anha bahwa beliau berkata:
“aku tidak pernah melihat Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali ramadhan,dan aku tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak dari bulan sya’ban,” (HR.Bukhari:1868)
Kecuali pada hari-hari terakhir,sehari atau dua hari sebelum ramadhan ,tidak diperbolehkan berpuasa pada hari itu,terkecuali seseorang yang menjadi hari kebiasaannya berpuasa maka dibolehkan,seperti seseorang yang terbiasa berpuasa senin kamis,lalu sehari atau dua hari tersebut bertepatan dengan hari senin atau kamis. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam bahwa beliau bersabda:
“janganlah kalian mendahului ramadhan dengan berpuasa sehari dan dua hari,kecuali seseorang yang biasa berpuasa pada hari itu maka boleh baginya berpuasa. (HR.Muslim:1082)
Semoga Bermanfaat …. Amin
DEWAN PIMPINAN DAERAH PEMBINA IMAN TAUHID ISLAM d/h Persatuan Islam Tionghoa Indonesia DPD PITI Kota Makassar Sekretariat : Gd. A.Lt2-STMIK Kharisma Jl. Baji Ateka No.20 Makassar Phone : 0411-574 2015
google translate
Sabtu, 25 Desember 2010
Senin, 06 Desember 2010
Bulan-Bulan Haram
: Armansyah
Penulis buku “Rekonstruksi Sejarah Isa Al-Masih”, “Jejak Nabi Palsu” dan “Ramalan Imam Mahdi”
Ketika Allah mewahyukan didalam al-Qur’an tentang adanya empat bulan terlarang bagi manusia dari total dua belas bulan maka empat bulan yang dimaksud dijelaskan oleh Nabi Muhammad sebagai tiga bulan berurutan dan satu bulan yang terpisah, masing-masing Dzulkaidah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab.
“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah pada hari Dia menciptakan planet-planet dan bumi, diantaranya ada empat bulan terlarang. Itulah agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri padanya. Perangilah orang-orang musyrik itu seluruhnya sebagaimana mereka memerangi kamu seluruhnya. Ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang memelihara diri.” (QS AT-Taubah (9) :36)
“Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan diantaranya terdapat empat bulan yang dihormati, tiga bulan diantaranya berturut-turut Dzulqaidah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab Mudhar, yang terdapat diantara bulan Jumada tsaniah dan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Bakrah)
Bulan Muharram dikenal juga dengan sebutan “Syahrullah” (Bulan Allah) sebagaimana yang disampaikan Rasulullah Saw dalam sebuah hadisnya. Para Ulama menyatakan bahwa penyandingan sesuatu pada yang lafdzul Jalalah (lafadz Allah) memiliki makna tasyrif (pemuliaan), sebagaimana istilah Baitullah, Rasulullah, Syaifullah, Khalilullah dan sebagainya.
Rasulullah bersabda : “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah Muharram. Sedangkan shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam”. (HR. Muslim, Abu Daud, Tarmizi, Nasai’ dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah dengan status hadis marfu’)
Dari Nukman bin Saad dari Ali bin Abi Thalib, : Telah bertanya kepada beliau seorang lelaki. Katanya,”Apakah bulan yang engaku suruh aku berpuasa selepas bulan Ramadhan?”, Maka jawab Ali,”Aku tidak pernah mendengar seseorang bertanya mengenai perkara ini melainkan seorang lelaki yang aku telah dengar bagaimana dia bertanya kepada Rasululullah Saw sedangkan aku duduk disampingnya. Maka katanya,”Wahai Rasulullah! apakah bulan yang engkau suruh aku berpuasa selepas bulan Ramadhan?”. Jawab nabi Saw,”Sekiranya engkau berpuasa selepas bulan Ramadhan maka berpuasalah bulan Muharram maka sesungguhnya ia merupakan bulan Allah padanya hari Allah telah mengampunkan dosa padanya atas kaum dan akan mengampun padanya atas kaum”. (HR. Tirmidzi dengan status hadis hasan gharib)
Secara bahasa atau maknawiah bulan haram adalah bulan yang disucikan dimana orang dilarang berperang kecuali kalau diserang, juga dilarang membunuh binatang darat buruan untuk menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup (suaka margasatwa).
Mereka bertanya tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar. Namin menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) dari pada membunuh. (QS AL-Baqarah (2) :217)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa diantara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya. (QS AL-Maaidah (5) :95)
Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (manangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertaqwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. (QS AL-Maaidah (5) :96)
Sejak jaman jahiliah, masyarakat Arab pra Islam telah mewarisi tradisi berhaji kebaitullah dari Nabi Ibrahim as, yang dengan berlalunya perjalanan waktu tradisi haji tersebut mengalami kodifikasi sedemikian rupa sehingga menyimpang dari ketentuan yang seharusnya. Selama musim haji tersebut, mereka juga dipercaya telah mengenal adanya keempat bulan yang diharamkan perbuatan zalim tersebut. Bulan Dzulqaidah misalnya, adalah bulan dimana orang-orang secara bertahap mulai bersiap untuk berangkat ataupun menunaikan ibadah haji. Bulan Dzulhijjah adalah waktu pelaksanaan ibadah haji itu sendiri. Dan bulan Muharram merupakan bulan dimana “para haji” itu kembali kekampung dan komunitas mereka masing-masing. Sedangkan bulan Rajab adalah pertengahan tahun waktu orang berkesempatan ziarah atau umrah. Atas dasar inilah, pada empat bulan itu tidak pantas terjadi kezaliman ataupun huru-hara. Masyarakat harus menciptakan rasa aman dan kondusif bagi terselenggaranya ibadah haji dan umrah secara baik walaupun tata cara pelaksanaan haji yang mereka lakukan kala itu sudah bergeser jauh dari petunjuk Nabi Ibrahim as.
Allah menjelaskan kepada kita bahwa ibadah haji yang dilakukan masyarakat Jahiliah pada masa itu adalah sebagai berikut : “Shalat mereka di sekitar Baitullah itu lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan”. (QS AL-Anfaal (8) :35).
Segala usaha untuk berbuat zalim pada bulan-bulan itu haruslah ditunda, semua bentuk peperangan, kekejaman, perpecahan, agresi haruslah dihentikan ataupun ditunda sampai berlalunya bulan-bulan tersebut. Jadi mungkin yang dikehendaki oleh Allah adalah selama empat bulan tertentu bumi ini harusnya suci dari pertumpahan darah serta hal-hal yang berkaitan dengan perselisihan diantara manusia. Sebagian ulama mengatan bila larangan pada empat bulan ini pada jaman sekarang tidak lagi berlaku. Karena ia telah dimansukhan atau dibatalkan Allah setelah penaklukkan Mekkah oleh Nabi Muhammad Saw. Oleh sebab itulah menurut mereka, bulan Muharram akhirnya dinyatakan sebagai bulan Allah (shahrullah). Sekaitan dengan ini, seorang cendikiawan muslim kontemporer Indonesia pada era tahun 80-an, Nazwar Syamsu, menepis anggapan tersebut. Beliau mencoba mengkorelasikan antara penetapan empat bulan terlarang ini dengan Sains modern. Dalam salah satu seri bukunya “Tauhid dan Logika” yang berjudul “Al-Qur’an tentang Shalat, Puasa dan Waktu”, Nazwar Syamsu menulis bila keempat bulan tersebut berkaitan dengan posisi bumi terhadap matahari[1]. Seperti yang kita ketahui bumi bergerak mengelilingi matahari dalam orbit berbentuk Oval. Lingkaran orbit oval seperti bentuk telur itu memiliki titik Aphelion dan titik Perihelion. Titik perihelion sendiri adalah titik terdekat bumi dengan matahari sementara titik Aphelion yaitu titik terjauh bumi dari matahari.
Sewaktu Bumi berada pada titik perihelion ini, gaya tarik-menariknya sangatlah kuat terhadap matahari sehingga ketika itu gelombang laut tampak lebih besar daripada biasanya (pasang). Keadaan bumi pada fase ini adalah serius sekali, dan ini terjadinya pada bulan Muharram. Setelah itu bumi mulai melayang lambat dan paling lambat sewaktu berada di titik Aphelionnya yaitu bulan Rajab. Setelah itu Bumi kembali melayang cepat karena ditarik oleh gravitasi matahari pada bulan kesebelas dan dua belas, yaitu Dzulqaidah dan Dzulhijjah. Puncaknya dibulan Dzulhijjah orang diperintahkan untuk melakukan haji dengan bertawaf mengitari Ka’bah sebagai Baitullah, pusat peribadahan umat Islam sebagaimana juga planet-planet disetiap galaksi melakukan rotasi. Dari pelajaran Fisika kita mengetahui bahwa semesta, galaksi, tata surya dan planet, masing-masingnya mengalami perputaran. Setiap putaran tentunya memiliki pusat putaran yang langsung menjadi pusat benda angkasa itu. Semuanya bagaikan bola atau roda yang senantiasa berputar. Galaksi terdekat dengan bumi kita adalah berjarak 170.000 tahun cahaya. Dan diperkirakan bahwa pada setiap galaksi akan terdapat sistem matahari sebagaimana yang ada pada galaksi bima sakti kita ini. Dan jika setiap galaksi memiliki sistem matahari tersebut, maka tentunya keadaan dari planet-planet yang mengitari galaksi tersebut juga tidak akab berbeda jauh dengan keadaan planet-planet yang ada dalam wilayah galaksi Bima sakti.
itulah sebabnya kenapa Muharram, Rajab, Zulkaidah, dan Zulhijjah dinamakan empat bulan terlarang didalam al-Qur’an. Pada bulan-bulan itu Bumi sedang mengalami tarikan kuat dan tarikan lemahnya pada matahari sehingga manusia yang ada dibumi bagaikan diberi peringatan tentang kekuasaan dan kasih sayang Allah terhadap manusia. Andai Dia mau, sangatlah mudah sekali untuk melepaskan bumi ini dari garis orbitnya sehingga terhisab oleh matahari, hanya karena kasih sayang-Nya saja maka semua tetap berjalan dengan semestinya.
Sesungguhnya Allah menahan langit (planet-planet) dan bumi supaya jangan lenyap (lepas dari orbitnya). Dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorangpun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (QS Faathir (35) :41)
Jadi intinya adalah keempat bulan tersebut masih menjadi empat bulan yang mestinya tetap dihormati, dimuliakan dan diharamkan seluruh bentuk kemaksiatan maupun pertumpahan darah sampai kapanpun. Dibulan haji sebagai puncak Perihelion, orang diserukan untuk melakukan ibadah korban sebagai wujud kesadaran sosialnya pada mereka yang tidak mampu, menebarkan kasih sayang pada kalangan yang papa dan kekurangan serta banyak menyebut nama Allah selaku ungkapan syukur atas nikmat-Nya yang tidak dapat dihitung.
Katakanlah : Jika laut menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, pasti akan habis laut itu sebelum usai kalimat-kalimat Tuhanku (tertulis), meskipun (lalu) kita datangkan tambahan (laut) sebanyak itu juga (QS AL-Kahf I (18) :109)
Dalam hal ini penulis setuju dengan apa yang dikemukakan oleh Nazwar Syamsu tersebut, dimana keempat bulan mulia yang disebut oleh al-Qur’an tetap berlaku sampai kapanpun. Adanya penetapan empat bulan mulia yang dilarang kemaksiatan ini sangatlah penting, terutama larangan yang ada kaitannya dengan pemburuan hewan-hewan liar sebagaimana firman Allah pada surah AL-Maaidah atar 95 :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan ketika kamu sedang ihram. (QS AL-Maaidah (5) :95)
Pada fase-fase yang ada diempat bulan itu, terdapat musim panas dimana kebanyakan hewan liar melahirkan. Dengan membunuh seekor hewan liar pada hakekatnya kita tidak hanya membunuh satu hewan itu saja tapi juga membunuh semua anaknya yang belum mampu mencari makan sendiri ataupun melindungi diri mereka dari gangguan hewan lain termasuk kadangkala bapaknya sendiri (contohnya seperti harimau). Dengan demikian perintah Allah tersebut mengandung tuntunan bagi kita untuk mau perduli dengan kemaslahatan makhluk hidup lain diluar manusia. Kita harus mampu memberikan perlindungan pada margasatwa untuk menjaga kelestariannya serta keseimbangan ekosistem dunia.
“Binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya tidak lain dari umat-umat (juga) seperti kamu.” (QS Al-An’am (6) :38)
Palembang, 2008
Armansyah
Sumber :http://arsiparmansyah.wordpress.com/2008/06/25/empat-bulan-haram/
Penulis buku “Rekonstruksi Sejarah Isa Al-Masih”, “Jejak Nabi Palsu” dan “Ramalan Imam Mahdi”
Ketika Allah mewahyukan didalam al-Qur’an tentang adanya empat bulan terlarang bagi manusia dari total dua belas bulan maka empat bulan yang dimaksud dijelaskan oleh Nabi Muhammad sebagai tiga bulan berurutan dan satu bulan yang terpisah, masing-masing Dzulkaidah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab.
“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah pada hari Dia menciptakan planet-planet dan bumi, diantaranya ada empat bulan terlarang. Itulah agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri padanya. Perangilah orang-orang musyrik itu seluruhnya sebagaimana mereka memerangi kamu seluruhnya. Ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang memelihara diri.” (QS AT-Taubah (9) :36)
“Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan diantaranya terdapat empat bulan yang dihormati, tiga bulan diantaranya berturut-turut Dzulqaidah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab Mudhar, yang terdapat diantara bulan Jumada tsaniah dan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Bakrah)
Bulan Muharram dikenal juga dengan sebutan “Syahrullah” (Bulan Allah) sebagaimana yang disampaikan Rasulullah Saw dalam sebuah hadisnya. Para Ulama menyatakan bahwa penyandingan sesuatu pada yang lafdzul Jalalah (lafadz Allah) memiliki makna tasyrif (pemuliaan), sebagaimana istilah Baitullah, Rasulullah, Syaifullah, Khalilullah dan sebagainya.
Rasulullah bersabda : “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah Muharram. Sedangkan shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam”. (HR. Muslim, Abu Daud, Tarmizi, Nasai’ dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah dengan status hadis marfu’)
Dari Nukman bin Saad dari Ali bin Abi Thalib, : Telah bertanya kepada beliau seorang lelaki. Katanya,”Apakah bulan yang engaku suruh aku berpuasa selepas bulan Ramadhan?”, Maka jawab Ali,”Aku tidak pernah mendengar seseorang bertanya mengenai perkara ini melainkan seorang lelaki yang aku telah dengar bagaimana dia bertanya kepada Rasululullah Saw sedangkan aku duduk disampingnya. Maka katanya,”Wahai Rasulullah! apakah bulan yang engkau suruh aku berpuasa selepas bulan Ramadhan?”. Jawab nabi Saw,”Sekiranya engkau berpuasa selepas bulan Ramadhan maka berpuasalah bulan Muharram maka sesungguhnya ia merupakan bulan Allah padanya hari Allah telah mengampunkan dosa padanya atas kaum dan akan mengampun padanya atas kaum”. (HR. Tirmidzi dengan status hadis hasan gharib)
Secara bahasa atau maknawiah bulan haram adalah bulan yang disucikan dimana orang dilarang berperang kecuali kalau diserang, juga dilarang membunuh binatang darat buruan untuk menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup (suaka margasatwa).
Mereka bertanya tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar. Namin menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) dari pada membunuh. (QS AL-Baqarah (2) :217)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa diantara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya. (QS AL-Maaidah (5) :95)
Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (manangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertaqwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. (QS AL-Maaidah (5) :96)
Sejak jaman jahiliah, masyarakat Arab pra Islam telah mewarisi tradisi berhaji kebaitullah dari Nabi Ibrahim as, yang dengan berlalunya perjalanan waktu tradisi haji tersebut mengalami kodifikasi sedemikian rupa sehingga menyimpang dari ketentuan yang seharusnya. Selama musim haji tersebut, mereka juga dipercaya telah mengenal adanya keempat bulan yang diharamkan perbuatan zalim tersebut. Bulan Dzulqaidah misalnya, adalah bulan dimana orang-orang secara bertahap mulai bersiap untuk berangkat ataupun menunaikan ibadah haji. Bulan Dzulhijjah adalah waktu pelaksanaan ibadah haji itu sendiri. Dan bulan Muharram merupakan bulan dimana “para haji” itu kembali kekampung dan komunitas mereka masing-masing. Sedangkan bulan Rajab adalah pertengahan tahun waktu orang berkesempatan ziarah atau umrah. Atas dasar inilah, pada empat bulan itu tidak pantas terjadi kezaliman ataupun huru-hara. Masyarakat harus menciptakan rasa aman dan kondusif bagi terselenggaranya ibadah haji dan umrah secara baik walaupun tata cara pelaksanaan haji yang mereka lakukan kala itu sudah bergeser jauh dari petunjuk Nabi Ibrahim as.
Allah menjelaskan kepada kita bahwa ibadah haji yang dilakukan masyarakat Jahiliah pada masa itu adalah sebagai berikut : “Shalat mereka di sekitar Baitullah itu lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan”. (QS AL-Anfaal (8) :35).
Segala usaha untuk berbuat zalim pada bulan-bulan itu haruslah ditunda, semua bentuk peperangan, kekejaman, perpecahan, agresi haruslah dihentikan ataupun ditunda sampai berlalunya bulan-bulan tersebut. Jadi mungkin yang dikehendaki oleh Allah adalah selama empat bulan tertentu bumi ini harusnya suci dari pertumpahan darah serta hal-hal yang berkaitan dengan perselisihan diantara manusia. Sebagian ulama mengatan bila larangan pada empat bulan ini pada jaman sekarang tidak lagi berlaku. Karena ia telah dimansukhan atau dibatalkan Allah setelah penaklukkan Mekkah oleh Nabi Muhammad Saw. Oleh sebab itulah menurut mereka, bulan Muharram akhirnya dinyatakan sebagai bulan Allah (shahrullah). Sekaitan dengan ini, seorang cendikiawan muslim kontemporer Indonesia pada era tahun 80-an, Nazwar Syamsu, menepis anggapan tersebut. Beliau mencoba mengkorelasikan antara penetapan empat bulan terlarang ini dengan Sains modern. Dalam salah satu seri bukunya “Tauhid dan Logika” yang berjudul “Al-Qur’an tentang Shalat, Puasa dan Waktu”, Nazwar Syamsu menulis bila keempat bulan tersebut berkaitan dengan posisi bumi terhadap matahari[1]. Seperti yang kita ketahui bumi bergerak mengelilingi matahari dalam orbit berbentuk Oval. Lingkaran orbit oval seperti bentuk telur itu memiliki titik Aphelion dan titik Perihelion. Titik perihelion sendiri adalah titik terdekat bumi dengan matahari sementara titik Aphelion yaitu titik terjauh bumi dari matahari.
Sewaktu Bumi berada pada titik perihelion ini, gaya tarik-menariknya sangatlah kuat terhadap matahari sehingga ketika itu gelombang laut tampak lebih besar daripada biasanya (pasang). Keadaan bumi pada fase ini adalah serius sekali, dan ini terjadinya pada bulan Muharram. Setelah itu bumi mulai melayang lambat dan paling lambat sewaktu berada di titik Aphelionnya yaitu bulan Rajab. Setelah itu Bumi kembali melayang cepat karena ditarik oleh gravitasi matahari pada bulan kesebelas dan dua belas, yaitu Dzulqaidah dan Dzulhijjah. Puncaknya dibulan Dzulhijjah orang diperintahkan untuk melakukan haji dengan bertawaf mengitari Ka’bah sebagai Baitullah, pusat peribadahan umat Islam sebagaimana juga planet-planet disetiap galaksi melakukan rotasi. Dari pelajaran Fisika kita mengetahui bahwa semesta, galaksi, tata surya dan planet, masing-masingnya mengalami perputaran. Setiap putaran tentunya memiliki pusat putaran yang langsung menjadi pusat benda angkasa itu. Semuanya bagaikan bola atau roda yang senantiasa berputar. Galaksi terdekat dengan bumi kita adalah berjarak 170.000 tahun cahaya. Dan diperkirakan bahwa pada setiap galaksi akan terdapat sistem matahari sebagaimana yang ada pada galaksi bima sakti kita ini. Dan jika setiap galaksi memiliki sistem matahari tersebut, maka tentunya keadaan dari planet-planet yang mengitari galaksi tersebut juga tidak akab berbeda jauh dengan keadaan planet-planet yang ada dalam wilayah galaksi Bima sakti.
itulah sebabnya kenapa Muharram, Rajab, Zulkaidah, dan Zulhijjah dinamakan empat bulan terlarang didalam al-Qur’an. Pada bulan-bulan itu Bumi sedang mengalami tarikan kuat dan tarikan lemahnya pada matahari sehingga manusia yang ada dibumi bagaikan diberi peringatan tentang kekuasaan dan kasih sayang Allah terhadap manusia. Andai Dia mau, sangatlah mudah sekali untuk melepaskan bumi ini dari garis orbitnya sehingga terhisab oleh matahari, hanya karena kasih sayang-Nya saja maka semua tetap berjalan dengan semestinya.
Sesungguhnya Allah menahan langit (planet-planet) dan bumi supaya jangan lenyap (lepas dari orbitnya). Dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorangpun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (QS Faathir (35) :41)
Jadi intinya adalah keempat bulan tersebut masih menjadi empat bulan yang mestinya tetap dihormati, dimuliakan dan diharamkan seluruh bentuk kemaksiatan maupun pertumpahan darah sampai kapanpun. Dibulan haji sebagai puncak Perihelion, orang diserukan untuk melakukan ibadah korban sebagai wujud kesadaran sosialnya pada mereka yang tidak mampu, menebarkan kasih sayang pada kalangan yang papa dan kekurangan serta banyak menyebut nama Allah selaku ungkapan syukur atas nikmat-Nya yang tidak dapat dihitung.
Katakanlah : Jika laut menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, pasti akan habis laut itu sebelum usai kalimat-kalimat Tuhanku (tertulis), meskipun (lalu) kita datangkan tambahan (laut) sebanyak itu juga (QS AL-Kahf I (18) :109)
Dalam hal ini penulis setuju dengan apa yang dikemukakan oleh Nazwar Syamsu tersebut, dimana keempat bulan mulia yang disebut oleh al-Qur’an tetap berlaku sampai kapanpun. Adanya penetapan empat bulan mulia yang dilarang kemaksiatan ini sangatlah penting, terutama larangan yang ada kaitannya dengan pemburuan hewan-hewan liar sebagaimana firman Allah pada surah AL-Maaidah atar 95 :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan ketika kamu sedang ihram. (QS AL-Maaidah (5) :95)
Pada fase-fase yang ada diempat bulan itu, terdapat musim panas dimana kebanyakan hewan liar melahirkan. Dengan membunuh seekor hewan liar pada hakekatnya kita tidak hanya membunuh satu hewan itu saja tapi juga membunuh semua anaknya yang belum mampu mencari makan sendiri ataupun melindungi diri mereka dari gangguan hewan lain termasuk kadangkala bapaknya sendiri (contohnya seperti harimau). Dengan demikian perintah Allah tersebut mengandung tuntunan bagi kita untuk mau perduli dengan kemaslahatan makhluk hidup lain diluar manusia. Kita harus mampu memberikan perlindungan pada margasatwa untuk menjaga kelestariannya serta keseimbangan ekosistem dunia.
“Binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya tidak lain dari umat-umat (juga) seperti kamu.” (QS Al-An’am (6) :38)
Palembang, 2008
Armansyah
Sumber :http://arsiparmansyah.wordpress.com/2008/06/25/empat-bulan-haram/
Senin, 04 Oktober 2010
Susunan DPD PITI Kab. Gowa 2010-2015
Bertempat di Jl. S. Hasanuddin Kab. Gowa telah di laksanakan Halal bi Halal dan pelantikan DPD PITI Kab. Gowa pada tanggal 3 Spetember 2010, acara tersebut dhadiri oleh sekitar 300 orang, turut hadir dalam acara tersebut bapak Wakil Bupati Gowa dan undangan lainnya.
Pelantikan dilakukan oleh Ketua Umum DPW PITI Sul-Sel Drs. Sulaiman Gosalam, M.Si.
Adapun susunan pengurus DPD PITI Kab. Gowa Periode 2010-2015
Pelantikan dilakukan oleh Ketua Umum DPW PITI Sul-Sel Drs. Sulaiman Gosalam, M.Si.
Adapun susunan pengurus DPD PITI Kab. Gowa Periode 2010-2015
Ketua Umum : H. Suhardi, SE
Ketua I : Amir, ST
Ketua II : H. Abd Hakim Husain Dg. Siama
Sekretaris : M. Zulkifli Ilham Ramadhan
Wakil Sekretaris : Widyarestuti Hasan
Bendahara : Ir. Erik Wijaya
Wakil Bendahara : Wempy Tansir
I. Koordinator oleh Ketua I
Sie Organisasi dan Hukum
1. Azis Sang, SH
2. Syarifuddin, ST
3. Roy Alfiandy
4. Topan Pratama
5. Hj. Nurlinda, SH
6. Syukri, S.Ag, M.Ag
Sie Humas dan Publikasi
1. H. Jhon Yusuf Dg. Siama
2. E d y
3. H. Sanre
4. Herman
5. Sijaya Samuel
6. Hj. Zaini, S.Kom
Sie Syiar dan Dakwah
1. Drs. Abd Jalil, SHI, MH
2. Hamzah Adam DR
3. Irwansyah, M.Ag
4. H. Sila
5. Hengki Anthony
6. Hj. Dahlia Sibe
7. Rudy Wijaya
8. Abd Rahim Dg. Ngitung
II. Koordinator Oleh Ketua II
Sie Pendidikan dan Kebudayaan
1. Sri Yulta Demma
2. Amran, S.Pd
3. H. Dg Tayang
4. Roby
5. M. Roy Ramadhan
6. Imelda, SS, M.Pd
Sie Pemberdayaan Ekonomi
1. Muh Zain Ho
2. H. Umar
3. Basir
4. Mu. Yusuf Dg Ngitung
5. Pilhan
6. Alimuddin
7. Drs. Syafrullah Abbas Tuppu
Sie Pemberdayaan Muslimah dan Keluarga
1. Dra. Hj. Zaenab
2. Chairunnisa
3. Hj. Hasnah Wijaya
4. Hj. Lily Suryani, S.Pd
5. Hj. Herlina
6. Henny
7. Farida
Sie Sosial dan Kesehata
1. Muhammad Rudini, S.Sos
2. Syamsiah (Meing)
3. Sukriani
4. Singara
5. H. Tahir
6. Kasmir Dg. Bella
7. Mery, SE
8. Nurdin Tika
Kamis, 30 September 2010
Wisata Religi DPD PITI Kota Makassar di Surabaya
Kunjungan DPD PITI Kota Makassar ke DPW PITI Jawa Timur, berfoto didepan Masjid H. Muhammad Cheng Hoo.
Tampak Ketua Umum DPD PITI Kota Makassar H.K. Jhon Adam sedang menerima bingkisan dari Ketua Umum DPW PITI Jatim Bapak Edwin Suryalaksana
Atas : Masjid H. Muhammad Cheng Hoo Surabaya
Bawah : Ibu-Ibu PITI Mks berfoto bersama jamaah pengajian Msj. Muhammad Cheng Hoo
Hahah ... semua gembira ketika diabadikan di halam Masjid H. Muhammad Cheng Hoo Pandaan
Bawah : Ibu-Ibu PITI Mks berfoto bersama jamaah pengajian Msj. Muhammad Cheng Hoo
Hahah ... semua gembira ketika diabadikan di halam Masjid H. Muhammad Cheng Hoo Pandaan
Susunan Pengurus DPD PITI Kota Makassar Periode 2007-2012
Susunan Pengurus
Dewan Pimpinan Daerah
Pembina Iman Tauhid Islam
d/h PERSATUAN ISLAM TIONGHOA INDONESIA
Kota Makassar
Periode 2007-2012
Dewan Pnasehat :
- Prof. DR. KH. Muin Salim, MA
- Prof. DR. Lucia Muslimin
- Drs. AGH. Muhammad Ahmad
- K.H. Muhammad Yahya Tan, Lc
- H. Said Abd Shomad, Lc
Ketua I : Drs. H. Kanaan Effendy, SH, MH
Ketua II : Titi S Slamet, SH, MH
Sekretaris : Benny A.J. Gosari, SE, MM
Wakil Sekretaris : Andy Fairuz Zuraida Eva, SKG
Bendahara : Nurdin Mina
Wakila Bendahara : Nining Toekino
I. Koordinator oleh Ketua I
Sie Advokasi
1. Muh Kapping DM SH., MH
2. Ratna Jumaing,SH
3. Herlina Zenal, SH.,MH
4. Syaiful Rahman, S.Kom.,M.Kom
Sie Humas dan Publikasi
1. Gunt Sumedi, S.Sos
2. M. Jihadul Arifin
3. Merry Nurdin
4. Fauziah Astrid
5. Syarifah
6. Irwan Asnawi
Sie Syiar dan Dakwah
1. Zulfan Makkarau
2. Abdul Adhiem Rahman
3. Rudi Yapari
4. Syamsul Bahri, S.Ag
5. Hamdan Arfandy, S.Kom
II. Koordinator Oleh Ketua II
Sie Pendidikan dan Kebudayaan
1. Zenab Ola Adam Pontoh
2. Nurjannah Baharuddi
3. Theresia Tanry
4. Anna Yuliana
5. Angky Siemen
Sie Pemberdayaan Ekonomi
1. Bambang Steviyanto
2. Muh Taufiq Tho
3. Rika Seta Budi
4. Rusti F
5. Muhammad K Arif
6. Ir. Rivai Oei
7. Herry Sucianto
8. Sukma
Sie Pemberdayaan Muslimah
1. Elniyati Said
2. Susyanti David
3. Susi Tanri
4. Rahma Tjandra
5. Linda
Sie Sosial dan Kesehatan
1. Ir. Elvis Abd Rahman
2. Yahya Tantowi
3. Jemmy R. Wijaya
4. Iqbal
5. Hatijah
6. Usniati Reni, SP
7. Hilda Herman
8. Hasna OEi
Rabu, 29 September 2010
Selamat Datang
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Salam sejatera untuk kita semua yang mendapatkan hidayah dari Allah SWT.
Blog ini adalah sumber informasi kegiatan DPD PITI (Pembina Iman Tuhid Islam d/h Persatuan Islam Tionghoa Indonesia) Kota Makassar.
Semoga dengan keberadaan blog ini, seluruh anggota PITI dan semua masyarakat bisa mengakses informasi tentang kegiatan-kegiatan DPD PITI Makassar.
DPD PITI Kota Makassar tebentuk pada Tgl 24 Oktober 2007 dan Alhamdulillah telah melakukan berbagai kegiatan terutama pembinaan bagi para Muallaf.
Blog ini masih terlalu sederhana, namun demikian semoga kehadirannya bisa memberikan sedikit manfaat bagi kita semua. Amin.
Terima Kasih
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Salam sejatera untuk kita semua yang mendapatkan hidayah dari Allah SWT.
Blog ini adalah sumber informasi kegiatan DPD PITI (Pembina Iman Tuhid Islam d/h Persatuan Islam Tionghoa Indonesia) Kota Makassar.
Semoga dengan keberadaan blog ini, seluruh anggota PITI dan semua masyarakat bisa mengakses informasi tentang kegiatan-kegiatan DPD PITI Makassar.
DPD PITI Kota Makassar tebentuk pada Tgl 24 Oktober 2007 dan Alhamdulillah telah melakukan berbagai kegiatan terutama pembinaan bagi para Muallaf.
Blog ini masih terlalu sederhana, namun demikian semoga kehadirannya bisa memberikan sedikit manfaat bagi kita semua. Amin.
Terima Kasih
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Langganan:
Postingan (Atom)